Senin, 12 November 2018

LAPORAN PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH



LAPORAN PRAKTIKUM
GEOMORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH







AINUR ROHIM
NPM : 1625010146

SEMESTER V
GOLONGAN A2










LABORATORIUM SUMBER DAYA LAHAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2018




I. PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Geomorfologi ( geomorphology ) adalah ilmu tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Di mana geomorfologi yang merupakan cabang dari ilmu geografi, mempelajari tentang bentuk muka bumi, yang meliputi pandangan luas sebagai cakupan satu kenampakan sebagai bentang alam (landscape) sampai pada satuan terkecil sebagai bentuk lahan (landform).
Obyek utama geomorfologi ialah bentuklahan, proses geomorfologi, genesa dan evolusi pertumbuhan bentuk lahan, beserta hubungannya dengan aspek lingkungan. Dalam hal ini utamanya mengupas tentang berbagai bentuk lahan dari bentukan berbagai asal proses yang berbeda. Bentanglahan atau landscape merupakan kombinasi atau gabungan dari bentuklahan. Mengacu pada definisi bentanglahan tersebut, maka dapat dimengerti bahwa unit analisis yang yang sesuai adalah unit bentuklahan. Oleh karena itu, untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bentanglahan selalu mendasarkan pada kerangka kerja bentuklahan (landform).
Bentuklahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk topografis khas, akibat pengaruh kuat dari proses alam dan struktur geologis pada material batuan, dalam skala ruang dan waktu kronologis tertentu. Geomorfologi adalah studi yang mendeskripsi bentuklahan dan proses-proses yang menghasilkan bentuklahan serta menyelidiki hubungan timbal-balik antara bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam susunan keruangan.
Kajian utama geomorfoloogi untuk analisis lansekap dan morfologi (bentuk-bentuk lahan) yang terdiri dari morfografi (uraian dari bentuk lahan) dan morfometri (ukuran bentuk lahan) dan morfogenesis (proses pembentukan bentuk lahan), Morfoarangemen (tata ruang alamiah bentuk lahan).Aspek tersebut juga digunakan dalam mengkaji ilmu-ilmu tanah, khususnya pada kajian Pedologi, Klasifikasi Tanah, Survey dan Penilaian Lahan. Perlu diketahui bahwa analisis lansekap sering digunakan untuk manganalisis bentang lahan baik dianalisis dari sebuah peta maupun citra ataupun secara lapang.
Kita ketahui bentang lahan dan bentuk lahan sebagai suatu permukann bumi yang didalamnya terkandung berbagai aspek yang dimaksudkan diatas, maka jelaslah bentang lahan dan bentuk lahan dapat dikatagorikan  sebagai sumber daya landscape yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia dengan menganalisis bentang lahan tersebut berdasarkan geomorfiknya.




B.   Tujuan
1.    Mengetahui dan mempelajari bentang lahan (landscape)  berdasarkan ploting ketinggian secara manual mmenggunakan software Surfer v.15.
2.    Mengetahui dan mengintepretasikan bentang lahan (landscape)  berdasarkan ploting ketinggian secara manual mmenggunakan software Surfer v.15.
3.    Mengetahui cara klasifikasi hubungan antara hubungan kelas sudut lereng dengan penggunaan lahan
C.   Manfaat
1.    Mampu mengoperasikan  dan menggunakan software Surfer v.15 untuk menganalisa bentang lahan (landscape)  berdasarkan ploting ketinggian secara manual mmenggunakan software Surfer v.15.
2.    Mampu  mengintepretasikan bentang lahan (landscape)  berdasarkan ploting ketinggian secara manual menggunakan software Surfer v.15 dan menampilkan peta kontur, peta kontur 3D, gambar medan 3D, gambar penampang U-T dan penampang B-T.
3.    Mampu klasifikasi hubungan antara hubungan kelas sudut lereng dengan penggunaan lahan sesuai bentuk bentang lahan.



II. METODE PELAKSANAAN
A.   Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 29 September 2018 - 22 Oktober 2018 pukul 13.30 - 14.50 WIB di Laboratorium Sumber Daya Lahan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
B.   Alat dan Bahan
1.    Personal Computer 
2.    Software Surfer v.15
3.    Lembar peta plot titik ketinggian
4.    pensil teknis,
5.    penggaris
C.   Metode pelaksanaan
1.    Memploting ketinggian secara manual menggunakan software Surfer v.15.
2.    Menampilkan hasil plot titik ketinggian dan membandingkan dengan lembar deskripsi peta titik ketinggian.
3.    Menampilkan peta kontur, peta kontur 3D, gambar medan 3D, gambar penampang U-T dan penampang B-T.
4.    Mengklasifikasi hubungan antara hubungan kelas sudut lereng dengan penggunaan lahan.
5.    Membuat narasi tentang pemanfaatan lahan pada satuan geomorfologi tersebut.


 III. HASIL
        A. Titik Ketinggian


B.   Peta Kontur









   










                      IV. DESKRIPSI
Berdasarkan plot titik ketinggian pada lembar kerja dan yang menggunakan surfer mempunyai kesamaan. Dari lembar ke sampai ke plot ririk menggunakan skala 1:100 m atau 1 cm pada lembar menggambarkan 100 m di plot titik ketinggian.
4.1 Deskripsi Bentuk Topografi
Peta topografi adalah peta yang menggambarkan tinggi rendahnya muka bumi. Dari peta topografi kita dapat mengetahui ketinggian suatu tempat secara akurat. Pada peta topografi terdapat garis-garis kontur yang menunjukkan relief muka bumi. Peta topografi menunjukkan bentuk-bentuk muka bumi. Peta topografi juga disebut juga dengan peta kontur. Dengan adanya peta kontur maka dapat diketahui relief atau tinggi rendahnya suatu permukaan bumi tersebut. Peta kontur tersebut dapat mencirikan suatu bentang alam seperti bukit, gunung, sungai, depresi dalam peta kontur karena mempunyai garis kontur yang khas. Jarak antara garis kontur dapat menunnjukan kelandaian atau kecuraman suatu lereng.
Berdasarkan peta kontur di atas dapat diketahui bahwa area tersebut merupakan kawasan perbukitan, terdapat satu bukit yang menonjol dengan ketinggian bukit adalah 300 m dpl. Dapat diketahui peta kontur tersebut menggambarkan satu bukit karena terdapat satu garis kontur yang memutar dimana semakin kecil lingkaran semakin tinggi ketinggiannya. Dilihat dari peta medan diketahui kawasan tersebut kawasan perbukitan memiliki medan yang yang naik turun yang berada di dataran rendah (<1000 m dpl).
Di kawasan tersebut mempunyai sudut kelerengan yang berbeda-beda didaerah bukit mempunyai sudut kelerengan tertinggi mencapai 177,96 % artinya sangat terjal dan sudut kelerengan rata-ratanya yaitu antara 80-90% yang tergolong sangat terjal. Dikawasan tersebut terdapat suatu cekungan (depresi) dengan ditandai adanya garis kontur yang melingkar dimana semakin kecil lingkaran semakin rendah ketinggiannya. Cekungan tersebut dapat menggambarkan suatu tempat penampung air seperti danau.
Betuk lereng yang ada pada peta tersebut adalah lereng berbentuk cekung dan cembung. Untuk panjang lereng bervariasi berkisar antara 20-1200 m. untuk lereng terpanjang terletak pada penampang utara-selatan yang tepat pada titik tertinggi bukit yaitu dengan panjang 1071 m lebih (dapat dilihat pada gambar dibawah ini).



4.2 Klasifikasi hubungan antara hubungan kelas sudut lereng dengan penggunaan lahan

Tabel 1.  Hubungan penggunanaan lahan dengan sudut lereng secara optimum

Penggunaan atau aktifitas

Kelas sudut lereng (%)
0-3
3-5
5-10
10-15
15-30
30-70
> 70
Rekreasi umum
+
+
+
+
+
+
+
Bangunan terhitung
+
+
+
+
+
+
+
Penggunaan kota umum
+
+
+
+



Jalan urban / kota
+
+
+




Pusat perdagangan
+
+





Jalan raya / tol
+
+





Lapangan terbang
+






Jalan kereta api
+






Jalan lain
+
+
+
+
+
< 45

Kawasan pertanian
+
+
+
+
+
+
+
Kawasan industri
+
+





Kawasan pariwisata
+
+
+
+
+
+
+
Kawasan pemukiman
+
+
+





Penggunaan suatu lahan harus disesuaikan dengan potendi dari lahan tersebut. daerah dengan kemiringan lereng merupakan salah satu yang harus diperhatikan. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa kelas atau tingkat kelerengan menentukan suatu bentang alam kawasan tersebut. kelas lereng yang mempunyai tanda + menunjukan lahan tersebut mampu untuk dijadikan bentang alam tersebut. Apabila suatu lahan yang di alih fungsikan mejadi sesuatu yang tak mampu ditopangnya maka terjadilah suatu degradasi lahan yang dapat mengakibatkan lahan tersubut tidak optimum penggunaannya dan bahwan berdampak ke area lain seperti daerah dibawahnya.



4.3 Pemanfaatan lahan pada satuan geomorfologi
Pemanfaatan lahan pada satuan geomorfologi ditentukan dari berbagai aspek atau cirri-ciri dari geomorfologi dari wilayah tersebut. cirri-ciri tersebut yaitu keadaan topografi dan morfologinya. Keadaan topografi berupa bagian kelerengan (puncak, lereang bagian atas, lereng bagian tengah, lereng bagian bawah, atau dasar lembah), ketinggian (perbukitan, dataran rendah, perbukitan rendah, perbukitan, perbukitan tinggi, atau pegunungan. Morfologinya berupa kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng. Serta aspek lainnya berupa pola aliran sungai (Bermana, 2006).
Berbagai tipe penggunaan lahan dijumpai di permukaan bumi, masing-masing tipe mempunyai kekhususan tersendiri. Tipe penggunaan lahan secara umum meliputi pemukiman, kawasan budidaya pertanian, padang penggembalaan, kawasan rekreasi dan lainnya. Badan Pertanahan Nasional mengelompokkan jenis penggunaan lahan sebagai berikut : (1) pemukiman, berupa kombinasi antara jalan, bangunan, tegalan/pekarangan, dan bangunan itu sendiri (kampung dan emplasemen); (2) kebun, meliputi kebun campuran dan kebun sayuran merupakan daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran, baik dengan pola acak maupun teratur sebagai pembatas tegalan; (3) tegalan merupakan daerah yang ditanami umumnya tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami dimana vegetasi yang umum dijumpai adalah padi gogo,singkong, jagung, kentang, kedelai dan kacang tanah;(4) sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga beberapa hari sebelum panen;(5) hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang rimbun, besar serta lebat; (6) lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia; (7) semak belukar adalah daerah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola dengan tajuk yang relatif kurang rimbun (Widyaningsih, 2008).

Berdasarkan satuan geomorfologi yang terdapat di kawasan peta tersebut adalah daerah perbukitan (200-500 m), perbukitan rendah (50-200 m) dan dataran rendah (< 50 m). Umtuk di area perbukitan yang mempunyai kemiringan lereng yang terjal merupakan kawasan yang dilindungi jadi untuk lahannya tidak dianjurkan sebagai lkawasan industri pertanian melainkan kawasan hutan lidung atau suaka marga satwa. Untuk area kawasan perbukitan rendah yang mempunyai kelerengan landai < 30O dapat digunakan sebagai kawasan hutan industri dan dibawah kelerngan itu dapat digunakan sebagai lahan pertanian budidaya. Begitu juga dikawasan dataran rendah dapat dijadikan pertanian budidaya tanaman dataran rendah dan juga sebagai kawasan perkotaan atau industri.




V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum ini dapat disimpulkan adalah:
1.   Satuan geomorfologi dapat menentukan bentang alam dari suatu kawasan.
2.   Dilihat dari peta kontur dapat melihat bentang alam atau topografi suatu kawasan.
3.   Kemiringan lereng menentukan kemampuan sautu lahan.
4.    Peta kontur yang ada pada gambar menunjukan kawasan perbukitan dengan ketinggian maksimum 300 m dpl dan kelerengan yang sangat terjal. kawasan tersebut di bagi menjadi 3: kawasan hulu (perbukitan) berdasarkan kemampuannya dapat dijadikan sebagai daerah tangkapan air yaitu vegetasi hutan lindung. Kawasan tengah (perbukitan rendah) berdasarkan kemampuannya dapat dijadikan lahn hutan inudtri maupun budidaya semusim, dan kawasan hilir (dataran rendah) dapat dijadikan lahanbudibaya tanaman semusim maupun perkotaan.
















DAFTAR PUSTAKA

Bermana, Ike. 2006. Klasifikasi Geomorfologi untuk Pemetaan Geologi Yang Telah Dibakukan. Bulletin of Scientific Contribution, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2006 : 161-173.
Thornbury, 1970. Principle Of Geomorfoogi. New York : John Willey and Sons, INC.
Verstappen., H. Th. 1983. Applied Geomorphology.Geomorphological Sureys for Environmental Management. Amsterdam: Elsivier.
Widyaningsih, Iin Widiatni. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub Das Keduang Ditinjau dari Aspek Hidrologi. Diakses dari https://eprints.uns.ac.id/6376/1/75081307200905161.pdf pada 09 November 2018 pukul 06.40 WIB